Kita mengetahui bahwa Pak Harto adalah presiden terlama Indonesia yang menjabat selama 32 tahun, semuanya terpilih lewat MPR/MPRS sebanyak 7 kali.

Tetapi sebetulnya hanya ada dua kondisi yang berbeda dari total 7 kali itu. Yakni masa transisi dari orde lama ke  dan sisanya masa dominasi .

Tulisan sebelumnya telah dibahas alasan terpilihnya pada masa awal transisi ke orde baru. Selanjutnya akan kita angkat alasan terpilihnya Soeharto pada masa langgengnya orde baru selama 32 tahun.

Konsolidasi Golkar dan Penyederhanaan Partai

konsolidasi golkar

Dalam pikiran Soeharto, dua dekade pemerintahan orde lama dianggap terlalu menguras energi dengan pertarungan ideologi. Puncaknya hanya menghasilkan pertumpahan darah seperti G30S/PKI.

Maka dalam orde baru yang dikomandoi Soeharto, bermaksud mengkonsolidasikan semua potensi anak bangsa tanpa meributkan pertentangan ideologi.

Maka disebutlah suatu golongan baru di luar golongan politik ideologi (politik aliran), yakni golongan orang-orang yang fokus pada karya dan kerja-kerja . Mereka adalah para teknokrat, birokrat, kalangan profesi dan militer, yang kemudian dikenal sebagai Golkar (Golongan Karya).

Saat Golkar terus dibesarkan, di sisi lain, semua partai berhaluan ideologi makin dikecilkan. Dari puluhan partai di masa orde lama, yang diizinkan hanya 10 partai di pemilu 1971. Disederhanakan lagi menjadi tiga partai pada pemilu 1977 sampai 1997.

Terang saja itu ditujukan untuk menguntungkan Golkar agar bisa terus mendominasi pemilihan legislatif.

Golkar inilah yang menjelma menjadi kendaraan politik utama Soeharto, yang terus mengantarkannya sebagai presiden sampai 6 kali pemilihan.

Dukungan Penuh dalam Politik dan Hankam

dukungan ABRI pada soeharto dan orde baru

Walaupun terbentuknya orde baru adalah buah dari kolaborasi militer, tokoh intelektual dan mahasiswa, namun aktor sentral yang paling besar kekuatan politiknya tetaplah militer. Melejitnya Soeharto ke tampuk kekuasaan tertinggi, sejatinya adalah representasi dari rezim militer.

ABRI dikondisikan sedemikian rupa untuk selalu menjadi pendukung sekaligus alat kontrol Soeharto dalam rangka mempertahankan kekuasaan. Sebagai imbalannya, anggota ABRI terkhusus TNI AD diberi akses luas terhadap segala sumber daya di Indonesia, baik itu politik maupun ekonomi.

Citra Keberhasilan Pembangunan

soeharto bapak pembangunan

Tak bisa disangkal, apakah itu dianggap demokratis atau tidak, pada kenyataannya Soeharto melalui Golkar, selalu mendapat suara mayoritas dalam pemilu. Mengindikasikan Soeharto yang didukung rakyat luas.

Runtutan kemenangan pemilu, kuat dugaan adalah efek dari citra keberhasilan pembangunan yang diyakini rakyat. Mungkin kita masih ingat dengan istilah-istilah pembangunan nasional, pembangunan lima tahun (pelita), trilogi pembangunan dan sebagainya.

Di luar kritikan sejumlah ekonom yang menganggap pembangunan orde baru itu keropos, secara kasat mata, bisa terlihat pembangunan fisik yang nyata, bertambahnya lapangan kerja, swasembada pangan, dan lain sebagainya.

Pemasungan

pemasungan demokrasi pada orde baru

Salah satu alasan penting mengapa Soeharto terus dipilih menjadi presiden, yaitu karena iklim demokrasi yang mati. Tidak boleh ada kritik, terlebih kritik terhadap Soeharto.

Bahkan para kolega yang ikut mendukung Soeharto berkuasa, seperti Jenderal (purn) A.H Nasution, Jenderal Hoegeng, dan Letjen M Jasin, disingkirkan karena menginisiasi petisi 50.

Pada demokrasi formal dalam pemilihan umum, bukan rahasia lagi bahwa nilai demokrasi tak lagi dijunjung dalam 6 kali pemilu masa Orde Baru.

diwajibkan untuk memilih Golkar, media yang tak sejalan dibredel, dua partai pesaing PDI dan PPP diobok-obok dan dipasang loyalis Soeharto. Proses pemilu juga dikatakan banyak manipulasi suara.

Hasilnya 6 kali pemilu masa Orde Baru, Golkar selalu memperoleh suara di atas 60%. Suara mayoritas wakil rakyat mudah ditebak, Soeharto selalu jadi pilihan.

Karakter Kuat The Smiling General

jenderal penuh senyum soeharto

Diluar langkah-langkah politik dan kebijakan Soeharto, ada karakter kepemimpinan dalam diri Soeharto yang turut mendukungnya.

Pertama adalah karakter kepimimpinan Jawa. Jawa adalah etnis paling berpengaruh di Indonesia, menjadi modal kepemimpinan Soeharto. Berbagai filosofi Jawa banyak Pak Harto pakai baik dalam sikap maupun kebijakannya.

Kedua, adalah karakter lemah lembut dalam tutur kata dan banyak tersenyum, terutama di depan publik dan media. Maka kesan Jenderal yang sangar jadi hilang seketika dalam persepsi masyarakat. Bahkan media barat sampai menjulukinya sebagai The Smilling General (Jenderal yang tersenyum).

Ketiga, karakter mengayomi seperti bapak. Ini khusus ditujukan kepada follower-nya yang setia. Sampai-sampai dalam perbincangan sehari-hari antara para pejabat, ajudan, dan semua bawahan Soeharto, tidak pernah menyebut nama Soeharto, semuanya terbiasa memanggil dengan sebutan “Bapak”.

Keempat, adalah karakter tegas. Walau dari penampilan fisik Pak Harto terkesan ramah dan baik hati, namun di belakang itu Soeharto tidak segan-segan untuk bertindak “kejam”, terutama terhadap lawan politiknya.

Maka dengan karakter yang dimilikinya, Soeharto bisa membangun basis dukungan yang kuat dan ampuh memangkas gerakan lawan politik.

Pengondisian Seluruh Aparatur Negara

aparatur negara dalam orde baru

Semua aparatur negara, baik sipil maupun militer, semua dikondisikan untuk berada di barisan Orde Baru. Mereka diwajibkan untuk berafiliasi dengan Golkar, mendukung setiap langkah kebijakan pemerintah.

Secara ideologis juga ada indoktrinasi nilai-nilai pancasila versi orde baru kepada mereka melalui banyak cara, salah satu yang banyak dikenal adalah Penataran P4 (Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).