menunjukkan seberapa banyak poin data yang diambil atau dikumpulkan dari sebuah sinyal audio elektris yang mengalir.

Dengan kata lain, seberapa banyak poin digunakan untuk membentuk kembali sound yang kita dengar.

Untuk memahami lebih baik mengenai sample rates, kita mesti memahami definisi mendasar dari dua istilah lain, yaitu: Sampling Frequency (frekuensi sample) dan Bit Depth (kedalaman bit).

Sampling frequency. Mudahnya adalah seberapa sering (rates) sinyal analog diambil dan direproduksi. Diukur dengan satuan Hertz (Hz) yang mengukur seberapa banyak sampel dalam 1 detik.

1 Hz berarti 1 sample per detik. 1000 Hz berarti 1000 sampel per detik dan seterusnya.

Bit depth. Adalah jumlah bit digital yang digunakan untuk menerjemahkan data audio. Ditunjukkan dengan angka 8, 16, 24 dan seterusnya. Semakin tinggi bit depth, berarti semakin akurat data digital mendekati kesamaan dengan sinyal analog. Penjelasan tentang macam-macam sinyal audio, silakan baca: Mengenal 4 Macam Sinyal Audio.

Dan berkaitan dengan A/D Converter, biasanya tertulis seperti ini: 24-bit / 48Khz, dimana 24-bit adalah bit depth, sedangkan 48 KHz adalah sampling frequency.

Sampling rate mana yang cocok bagi saya?

Setelah sedikit memahami penjelasan di atas, mungkin Anda berpikir:

“Saya ingin sinyal audio saya direproduksi dengan sempurna dalam bentuk digital. saya harus lah dirubah ke dalam format digital persis seperti saya mendengar suara aslinya!”

Oke, tidak ada yang salah. Dan memang ada teori seperti ini:

“Sinyal audio dapat direproduksi dengan sempurna apabila frekuensi sampling lebih besar dari dua kali lipat frequensi tertinggi dari sinyal yang sedang direproduksi.”

Mungkin Anda geleng-geleng kepala. Saya pun benci sekali dengan bahasa teknis semacam itu. Tapi, baiklah. Ijinkan saya lanjutkan sedikit lagi.

Mudah-mudahan dengan bantuan gambar akan lebih gamblang permasalahannya:

Mari kita mulai dengan penjelasan tentang garis pada gambar:

  • Sinyal analog ditunjukkan dengan garis abu-abu.
  • Garis biru adalah representasi digital dari sinyal analog (garis abu-abu tadi).

Coba perhatikan gambar bagian atas. Terlalu sedikit poin data yang ada untuk menggambarkan garis abu-abu. Garis biru sama sekali tidak tampak seperti garis abu-abu. Lihat bagaimana garis biru kehilangan beberapa puncak garis dan juga kehilangan bentuk selayaknya garis abu-abu.

Sekarang, coba perhatikan gambar bagian bawah. Perhatikan bahwa ada poin data di puncak, di tengah dan di bawah yang cukup mewakili garis abu-abu.

Ini menggambar frekuensi lebih tinggi dibandingkan dengan gambar di atasnya, yang berarti pula semakin baik reproduksi sinyal analog yang didapatkan. Anda kemudian bisa membayangkan, jika kita menambahkan lebih banyak lagi poin atau titik-titik data, maka semakin baik rekonstruksi digital dari sinyal analog yang ada.

Tapi yang perlu diingat, bahwa semakin banyak poin data atau semakin tinggi sampling rate, berarti semakin besar ruang hardisk yang dibutuhkan, juga semakin berat kerja komputer Anda.

Oleh karena itu, perlu mencari titik keseimbangan antara ukuran file dan kualitas sinyal.

Apa artinya semua itu bagi studio saya?


Sekarang, saya janji tidak akan berbicara tentang teknis dan teori lagi. Jadi, inilah kesimpulannya:Anggap saja, pada menu software rekaman digital Anda terdapat opsi ‘Sampling Frequency’ atau ‘Audio Sampling Rate’. Dan Anda bingung untuk memilih mana yang terbaik.

Di sana Anda dapati banyak pilihan, berkisar dari mulai 22 KHz untuk untuk kualitas rendah, 96 KHz, untuk kualitas baik dan 192 KHz untuk kualitas maksimum. Setting bawaan biasanya pada angka 48 KHz, yang termasuk kategori rendah.

Tapi sebenarnya, itu adalah kompromi terbaik yang bisa Anda ambil, antara kekuatan CPU, ruang penyimpanan dan kualitas suara.Saya sendiri, tidak bisa mendengar perbedaan signifikan antara 44 KHz – 96 KHz, yang jelas terlihat adalah kinerja komputer yang megap-megap seolah ditindih ribuan ton batu. Ini karena besarnya data juga kemampuan pemrosesannya menjadi dua kali lipat.

Nah, jika telinga saya tidak bisa membedakannya, lalu mana yang mesti dipilih?

Silakan bereksperimen supaya Anda lebih memahaminya. Namun jika Anda menginginkan jawaban mudah: saya sangat merekomendasikan menggunakan 44 KHz.

Sekarang mari kita bahas tentang Bit Depth.

Menentukan Bit Depth

Tidak seperti perbedaan antara 44 KHz dan 96 KHz pada frekuensi sampel, perbedaan antara bit depth 16 dan 26 bit jelas dapat dirasakan.

Namun, dalam hal manajemen data, alasannya masih tetap sama: semakin tinggi bit depth, semakin besar ruang yang dibutuhkan. Dan sebagai ganti dari biaya tambahan pada ukuran file dan kebutuhan ruang penyimpanan, Anda memiliki keuntungan karena memiliki rentang dinamis yang bagus.

Rentang dinamis (dynamic range), adalah perbedaan atau rentang antara level maksimum yang dapat diterima (batas dimana data digital menjadi rusak) dan noise (batas dimana sinyal Anda menghilang dalam latar belakang hiss). Silakan baca pengaturan gain level untuk penjelasan tentang level audio.

Berikut adalah perkiraan kasar rentang dinamis pada masing-masing bit depth:

  • 8-bit = ~ 50 dB
  • 16-bit = ~ 98 dB
  • 20-bit = ~ 122 dB
  • 24-bit = ~ 146 dB

Jangan lupa, desibel atau dB adalah sebuah algoritma. Cek artikel Decibel untuk memahami istilah ini. Jadi, angka decibel lebih tinggi tidak akan mempengaruhi volume (loudness) dari sinyal audio, tapi ia akan mempengaruhi batasan dari noise.

Dengan kata lain, Anda bisa mendengar suara lebih detil di level loudness tertentu pada 24 bit. Tapi dengan loudness yang sama Anda tidak akan mendapatkannya pada 8 bit, karena akan muncul noise. Dengan kata lain, Anda bisa menambah loudness tanpa kehilangan detil pada bit dept lebih tinggi.

Saya menyarankan Anda untuk bereskperimen pada bit dept berbeda. Namun seperti tadi, jika Anda ingin rekomendasi mudah, gunakan 24-bit depth jika audio interface Anda mendukungnya.

Nah sekarang, dengan memahami lebih baik tentang Sampling Rate Audio dan Bit Depth, Anda kemudian bisa membuat pilihan dengan tanpa ragu lagi.