Dikisahkan, ada seorang ahli hikmah, yang sebagaimana seperti manusia biasa lainnya, juga terkadang dia dilanda kemarahan. Untuk menyiasatinya, ia memanggil tiga orang yang akan diberikan sebuah amanah.
Orang yang pertama dia panggil dia beri secarik kertas dan berpesan: “Jika suatu saat nanti aku dilanda marah maka berikanlah kertas ini kepadaku.”
Begitu pula halnya orang kedua dan orang ketiga, dia berikan kertas dan amanah yang sama. Benar saja apa yang dipikirkannya. Suatu hari dia marah besar kepada tetangganya karena suatu urusan yang berbelit-belit. Kemudian orang pertama pun teringat dengan amanah yang pernah diberikannya.
Dia memberikan kertas tersebut kepadanya yang isinya ternyata sebuah tulisan yang pernah dia tulis sebelumnya yaitu: “Mengapa engkau marah padahal engkau bukan Tuhan, Engkau hanyalah manusia yang seringkali makan bersama mereka.”
Setelah membaca kalimat tersebut kemarahannya agak sedikit mereda tapi belum tuntas.
Kemudian orang yang kedua memberikan kertas yang sama yang ternyata isinya adalah tulisan: “Berbelas kasihlah terhadap makhluk yang menjadi penghuni dunia ini, maka dengan sebab itu engkau akan mendapat belas kasih Dia yang berada di langit.”
Dengan membaca kalimat yang kedua ini kemarahan orang tersebut mulai berangsur-angsur mereda tapi belum sepenuhnya.
Orang ketiga pun menyerahkan kertas yang sama. Lalu setelah membaca kalimat yang tertulis di kertas, dia langsung mereda amarahnya. Yang ternyata kertas ini bertuliskan: “Bertindaklah sesuai ketentuan Allah, engkau tidak akan bisa memperbaiki mereka kecuali dengan aturan yang telah ditentukan-Nya jangan pula sekali-kali engkau melalaikan ketentuan Allah itu.”
Dari kisah di atas, kita bisa mengambil hikmah bahwa kemarahan bisa saja menimpa siapa pun. Entah itu orang biasa maupun seorang yang shalih, karena setiap manusia memiliki nafsu amarah di dalam dadanya. Hanya saja tinggal bagaimana orang tersebut mengendalikan amarahnya.
Dari kisah di atas kita bisa mengambil nilai pelajaran, terkadang seseorang suka mempersulit saudaranya. Padahal seseorang yang suka mempersulit saudaranya akan dipersulit pula hidupnya oleh Allah. Sebaliknya jika seseorang mempermudah urusan seseorang, tentu Allah akan mempermudah jalan hidupnya. Tentu mempermudah atau membantu di sini adalah dalam hal urusan yang baik, karena bermufakat dalam hal kejahatan adalah suatu dosa yang terlarang.
Terkadang kita ingin mengubah sikap seseorang yang dipandang kurang baik, akan tetapi kita harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kita tidak boleh marah, karena kita hanyalah manusia biasa yang masih berkumpul dan makan bersama mereka sebagaimana manusia biasa, kita bukan Tuhan yang mampu mengubah segalanya dengan seketika.
2. Kita harus mengutamakan belas kasih dalam membimbing saudara kita yang masih berada dalam jurang kesesatan. Karena dengan berbelas kasih kepada makhluk Allah yang ada di bumi bisa menjadikan sebab kita dikasihi oleh Allah SWT beserta para malaikatnya.
3. Ketika kita ingin memperbaiki tatanan suatu masyarakat, maka kita harus tetap memperhatikan tata aturan yang telah Allah buat. Kita tidak boleh melanggar ketentuan Allah, karena kita tidak bisa merubah sesuatu menjadi lebih baik tanpa panduan dan ketetapan Allah. Kita tidak boleh menghilangkan suatu kemungkaran dengan kemungkaran yang baru. Akan tetapi sebaiknya kita bisa membersihkan kemungkaran dengan cara yang arif dan bijaksana.