Kemiripan bisa terjadi di muka bumi, jadi tidak selamanya mirip itu buruk, malah bisa jadi anugerah. Buktinya, Obama bisa jadi bintang iklan sekolah di Indonesia.
Tapi apakah itu mirip atau plagiasi, tanyakan pada hati nurani.
Dari sudut pandang agama, MUI tanggal 17 Februari 2003, mengeluarkan fatwa: pembajakan adalah perbuatan maksiat. Berupa pencurian atas hak cipta orang lain, sehingga pantas untuk dikategorikan sebagai perbuatan yang diharamkan, dan para pembeli barang bajakan adalah konsumen barang haram.
Secara legal formal, ada undang-undang no. 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Di dalam undang-undang itu, semua bentuk ciptaan dilindungi. Di dalamnya ada undang-undang yang melindungi bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, termasuk di dalamnya musik atau lagu, dengan atau tanpa teks, dengan jangka waktu perlindungan selama pemegang hak cipta masih hidup, ditambah 50 tahun setelah meinggal dunia, dan pelaku penjiplakan ada ancaman pidananya.
Terlepas dari itu semua, nyatanya tidak ada peniru yang sukses, sehingga bisa dikonklusikan sebagai berikut:
- inovator pasti jadi pujaan, imitator dan plagiator akan jadi hinaan.
- inovator selalu dirindukan, imitator akan cepat dilupakan.
- inovator adalah kemahakaryaan, imitator adalah buah dari kebodohan dan kemalasan.
Jadi sampai kapanpun, akhiran takkan pernah jadi awalan. Buntut takkan pernah jadi benak. Ekor tak kan pernah jadi kepala.
Bangsa yang hebat, bukanlah bangsa plagiat, tapi bangsa pembuat. Karena hanya pembuat yang bisa menggetarkan jagat.
Kalaupun mau menjiplak, jiplaklah yang baik, yaitu menjiplak dan mengikuti keteladanan orang yang tulus, jujur dalam kebaikan.