Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembentukan Karakter Warga Negara

Juwita

Lambang Pancasila Dasar Negara Indonesia (Foto: Istockphoto/chelovek)

ERUDISI.com sebagai dasar negara, memiliki urgensi serta kontribusi besar. Setiap butir nilai dan isi yang kita maknai, dapat diimplementasikan baik untuk kemaslahatan individu maupun secara komprehensif.

Apa yang termaktub dalam lima sila yang masyhur, dapat memberi beribu perspektif serta makna sebagai dasar dalam berbangsa dan bernegara. Kita dapat menginternalisasi setiap kandungan Pancasila menurut perspektif warga negara, sebagai acuan dasar dalam segala aspek kehidupan.

Internalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai, sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.

Tujuan internalisasi diantaranya agar kita mampu mengetahui sesuatu secara tersurat dan tersirat, memahami makna implisit dan eksplisit yang ada di dalamnya. Juga agar kita mampu mengaplikasikannya dalam Tindakan dan tingkah laku kita, agar lebih spesifik dalam pencapaian tersebut.

Jika kita relevansikan terhadap nilai dan kandungan Pancasila, ia memiliki peran dalam membentuk karakter. Setiap butir Pancasila, jika kita menginternalisasi setiap kandungan dan makna di dalamnya, akan menghasilkan sebuah pola pikir.

Hal tersebut dirasa memiliki pengaruh dalam menentukan kepribadian, karakteristik, maupun Tindakan aplikatif. Mulai dari sila pertama tentang ketuhanan dan keyakinan seseorang, sila kedua membahas tentang klasifikasi kemanusiaan, sila ketiga tentang persatuan, sila keempat tentang sifat kerakyatan dan permusyawarahan, dan sila kelima tentang keadilan sosial.

Sila pertama yang berbunyi “ketuhanan yang maha esa” memiliki makna yang dalam serta berkedudukan sebagai pondasi setiap individu. Karakter yang terbentuk dari sila pertama adalah masalah spiritual dan keyakinan yang valid. Tidak dibenarkan jika ada individu yang memiliki lebih dari satu keyakinan.

Dalam hal ini, tuhan yang esa pada keadaan masyarakat Indonesia yang plural menjadi variasi pemaknaan dan penanaman karakter sebagai bentuk aplikatif. namun secara umum, keyakinan dan ketaatan kepada satu agama menjadi hak paten setiap individu.

Sila kedua yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab” tentu tidak bertentangan dalam hal apapun, baik intuisi seseorang maupun fakta lapangan.

Konteks memanusiakan manusia dalam hal ini menjadi landasan dalam berinteraksi dan bentuk karakter positif terkait interaksi dengan sesame manusia, baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.

Keadilan menjadi hal yang dikedepankan dan adab serta moral menjadi komplemen yang tidak dapat dipisahkan. Dari sila kedua kita dapat mengimplementasikan internalisasi kita terhadap nilai-nilai yang ada

Sila ketiga yang berbunyi “persatuan Indonesia” menjadi pedoman dalam menjaga keutuhan negara. Adanya interaksi sosial harus tetap mendasar pada persatuan. Bagaimana karakter menjaga kemaslahatan, menghindari perpecahan, serta berupaya menjadikan persatuan sebagai tujuan. Pada masyarakat Indonesia yang beragam, tentu banyak perbedaan serta kontradiksi antar warga negara, baik dari sisi agama, suku maupun ras, akan tetapi persatuan tetaplah diatas segalanya. Karakter menghargai dan mencintai sesama warga negara juga dapat menjadi acuan dalam menjaga persatuan.

Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan” memiliki multitafsir. Ada yang memaknai hal tersebut adalah suatu konsep antara warga negara dengan pemerintahan.

Rakyat yang dipimpin oleh suatu sistem dan diberikan berbagai kebijakan dalam hal menentukan nahkoda dari sistem pemerintahan tersebut. kedudukan suatu permusyawaratan perwakilan adalah washilah untuk memperoleh kemaslahatan bersama.

Karakter yang bisa diimplementasikan adalah bagaimana kita ikut andil dalam suatu sistem, entah hanya sebagai partisipan, koresponden, maupun leader. Jangan pernah menumbuhkan sikap bodoamat terhadap kelangsungan negara kita, sekecil apapun peran yang kita beri, akan memiliki makna yang luar biasa.

Sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menjadi penutup dari lima dasar negara kita. Hal ini menjadikan keadilan sebagai poros dari semua aspek. Keadilan secara komprehensif dalam suatu negara menjadikan negara tersebut Makmur dan maju.

Jika kita relevansikan dengan karakteristik seseorang, tentu banyak yang bisa diimplementasikan dari sila tersebut. Adalah bagaimana kita mampu menghargai perbedaan, menyingkirkan sifat egoism. Meski adil tak selalu sama, tapi posisikanlah sesuatu sesuai porsinya.

Judul: Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembentukan Karakter Warga Negara

Ditulis Oleh: Noor Mafillah, Mahasiswi Hukum Keluarga Islam, Universitas Muhammadiyah Malang.

Related Post