Adalah penting untuk memahami dasar-dasar dalam segala hal . Begitu pun juga dalam hal dan studio rekaman.

Dan pada artikel pertama ini, saya akan mengenalkan hal yang amat mendasar, yaitu tentang:

Audio’

Untuk memahami lebih mudah, di bawah saya jelaskan secara singkat tentang 4 macam sinyal audio, dimana nantinya kita akan bekerja dengannya.

Sama seperti seniman lainnya, ada yang memilih tanah liat, batu, kayu, ada menggunakan cat air, sementara yang lain lebih menyukai cat minyak…. Ini semua adalah media untuk menghasilkan sebuah maha karya seorang seniman.

Sebagai musisi, tentu saja Anda akan sering berhubungan dengan 4 macam sinyal audio ini, yaitu:

  1. Gelombang suara
  2. Audio elektris
  3. Audio digital, dan
  4. Data MIDI

Mari kita bahas satu per satu:

1. Gelombang suara (sound wave)

Ini adalah yang paling familiar dengan kita, karena kita menggunakan telinga kita untuk mendengarnya setiap saat.

Contohnya seperti nada ‘A’ yang dihasilkan oleh piano.

Tuts piano ‘A’ diketuk, yang kemudian memukul senar yang sesuai di dalam piano. Ketika dipukul, senar bergetar pada frekuensi yang tetap disebabkan beberapa hal, seperti panjang senar, ketegangan, ketebalan dan sebagainya.

Senar kemudian menggetarkan udara di sekelilingnya dengan frekuensi yang sama, yang menyebabkan reaksi berantai terhadap molekul udara membuat mereka bertubrukan satu sama lain sehingga tercipta satu gelombang. Gelombang ini lah yang disebut sebagai gelombang suara (sound wave).

Karena gelombang ini bergetar pada frekuensi 440 Hz, kita dapat menyebut gelombang tersebut dengan nama nada ‘A’. Gelombang ini kemudian sampai ke telinga, lalu dirubah menjadi sinyal elektris yang dapat diterjemahkan oleh otak.

Frekuensi dasar tadi, itulah yang disebut sebagai pitch (tinggi nada). Tapi pada kenyataannya, kita tidak hanya mengenali frekuensi dari suatu gelombang suara.

Mengapa? Karena selain frekuensi, banyak faktor lain, seperti kepadatan kayu pada board piano, ruangan dimana suara dihasilkan, semuanya memberi kompleksitas tambahan pada suara. Inilah yang disebut sebagai harmoni dan overtune.

Dan, segala kompleksitas ini kemudian berpengaruh terhadap ‘warna’ suara, yang biasa disebut dengan ‘timbre’ (baca: tim-ber).

Timbre mengacu pada esensi dari setiap suara secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, ia menentukan karakteristik yang menyebabkan setiap suara menjadi unik.

Misalnya, meskipun piano dan gitar sama-sama menghasilkan nada ‘A’, tapi tidak diragukan lagi, Anda dapat memastikan bahwa itu adalah dua suara yang berbeda.

Keduanya menggetarkan udara pada frekuensi dasar yang sama, tapi senar dan badan kayu dari gitar menghasilkan suara yang sama sekali berbeda dengan suara yang dihasilkan oleh piano. Padahal keduanya menghasilkan nada dengan cara yang persis sama.

Inilah yang membuat harmoni dan overtune menentukan karakteristik suara menjadi unik satu sama lain.

2. Audio Elektris

Gelombang audio elektronis diwakili oleh sebuah aliran informasi yang kontinyu, atau biasa dikenal sebagai sinyal analog.

Sinyal audio ini tidak jauh-jauh amat dari kehidupan sehari-hari kita. Speaker di mobil Anda memanfaatkan sinyal audio elektrikal sebagai masukan, menghasilkan getaran, lalu memproduksi suara yang bisa didengar telinga.

Jadi, speaker membutuhkan satu input elektris dalam bentuk tegangan listrik untuk menghasilkan suara.

Contoh lainnya microphone. Ia juga bekerja dengan prinsip yang sama. Microphone menghasilkan sinyal elektris yang sesuai dengan jumlah gelombang suara yang berhasil ditangkap olehnya.

Dan ketika Anda berhenti menyanyi, maka informasi yang tertinggal hanya berupa elektron-elektron yang mengalir sepanjang kabel.

Elektrron-elektron ini perlu dirubah menjadi data digital sebelum ia dapat ‘dipahami’ oleh aplikasi Digital Audio Workstation (DAW) kita.

3. Audio Digital

Sinyal audio digital hampir mirip-mirip dengan sinyal elektronis di atas. Bedanya, alih-alih diwakili oleh tegangan listrik murni, sinyal digital dibentuk oleh kode ‘1’ dan ‘0’.

Ini tentu saja ‘kabar baik’ bagi komputer, yang tidak mengerti bahasa Indonesia, hehe…. Mereka sampai sekarang hanya mengandalkan dan memahami kode biner ‘1’ dan ‘0’.

Setiap 1 dan 0, ditentukan dengan batasan tegangan tertentu, jika di atasnya maka menjadi 1, jika di bawahnya maka menjadi 0.

Sebagai contoh, misalnya level batasan ditentukan ke 0 – 2 volt untuk low, dan 4 – 6 volt untuk high, maka setiap sinyal di bawah 2 volt akan dikenali menjadi 0, dan setiap sinyal di atas 4 volt, akan dikenali menjadi 1.

Tentu saja itu adalah gambaran secara sederhana. Pada kenyataannya jauh lebih rumit dari itu.

Namun, untuk mempermudah pemahaman, anggap saja antara sinyal analog dan digital sebagai dua bahasa yang berbeda.

Anda bisa menggunakan dua bahasa yang berbeda untuk menyampaikan pesan yang sama, tapi tentunya, hanya orang yang paham dengan bahasa Anda lah yang bisa memahami pesan Anda tersebut.

Sehingga, agar gitar Anda (yang berbahasa analog), dapat berkomunikasi dengan komputer Anda (yang berbahasa digital), Anda membutuhkan ‘penerjemah’, yang dalam hal ini adalah konverter analog ke digital (analog-to-digital converter).

4. Data MIDI

Data MIDI ini unik. Karena alih-alih sebagai representasi dari suara, ia hanya berupa kumpulan perintah yang dapat digunakan untuk memproduksi suara.

Ini seperti Anda membuat roti. Anda memiliki semua bahannya. Tepung, telur, keju, gula dan lainnya. Lalu mencampurnya menjadi panganan yang lezat.

Setiap bahan tadi membentuk roti. Tapi setiap bahan tadi juga, jelas bukanlah roti.

Dengan analogi yang sama, setiap paket data MIDI menentukan suara yang akan dihasilkan, meskipun tidak ada satupun potongan data MIDI bisa disebut sebagai musik yang sesungguhnya.

Uraian lebih lengkap tentang data MIDI, silakan baca: Dasar-dasar MIDI.

Baiklah, cukup dulu penjelasan singkat tentang 4 macam sinyal audio yang akan ‘menemani’ kita sehari-hari dalam menghasilkan karya musik di studio yang akan kita bangun nanti.