Dikisahkan pada suatu zaman, ada seorang ahli ibadah yang memberikan makanan kepada temannya, meski hanya sepotong yang sederhana ahli ibadah ini menginginkan agar roti tersebut segera dimakan oleh kawannya itu. Namun sahabat tersebut masih saja membolak-balikkan roti dan memilih mana yang ingin dimakannya.

Melihat kejadian ini ahli ibadah tersebut memberikan nasihat kepada temannya. “Janganlah engkau bersikap demikian. Apakah engkau tidak mengetahui bahwa di balik sebongkah roti ini terdapat banyak sekali hikmah yang tersamar di dalamnya?” ucap sang ahli ibadah kepada temannya.

Ia melanjutkan, “Untuk menjadi sebuah roti ada banyak proses yang harus dilalui. Pada mulanya memerlukan awan yang mengandung air, lantas air itu ditumpahkan ke bumi untuk menyuburkan tanah. Juga memerlukan tenaga hewan untuk membajak, sebelum tukang tanam menyemai bibit. Kemudian mereka baru akan memanennya, lalu mengolahnya menjadi roti.”

“Sekarang telah sampai di depanmu kenapa engkau hanya membolak-balikkan dengan sikap yang tidak merasa puas dan bersyukur? Sebuah roti tidak akan menjadi bulat dan tidak pula sebongkah roti akan datang langsung ke hadapanmu, sebelum melalui begitu banyak tenaga.”

“Mikail harus menakar air untuk diturunkan ke bumi dari simpanan rahmat Allah SWT. kemudian Malaikat menghela awan. Lantas matahari dan rembulan serta semua alam bersama-sama menciptakan kondisi ideal agar tanaman di bumi dapat tumbuh. Dibutuhkan pula binatang-binatang untuk membajak dan masih banyak lagi lainnya. Dan yang paling terakhir adalah seorang tukang roti.”

Kisah di atas memberi pengajaran kepada kita, bahwa setiap makanan yang tersaji di hadapan kita, telah melalui begitu banyak proses yang tidak bisa kita hitung. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan sedikit pun.

Sifat menyia-nyiakan makanan, termasuk salah satu dari sifat kurang bersyukur kepada Allah, atas yang telah Dia berikan kepada kita. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang mau mensyukuri nikmat Allah.