Pada sebuah kota. Lima orang hidup berdampingan. Mereka selalu mengisi hari-harinya yang indah di sebuah terminal. Meminta iuran keamanaan menjadi pekerjaan yang bisa menghidupi kehidupan mereka selama masih lajang. Dari uang iuran itulah, mereka memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan terminal sehari-hari.

Berfoya-foya, minum-minuman, itu semua adalah tujuan hidup mereka saat itu. Tapi, berkat salah seorang teman mereka yang sudah memiliki pekerjaan. Akhirnya, satu persatu dari mereka merasa iri, dan ingin memiliki hidup temannya.

Satu bulan, dua bulan, mereka akhirnya terpisah-pisah. Tinggalah satu preman yang masih menetap dan ingin menjadi salah satu penjaga terminal. Menghindarkan terminal dari tindak kejahatan, pencopetan, perampasan di bawah naungan si Joni – Preman yang kini masih tinggal di terminal.

Pada suatu hari, semua teman-teman Joni bersepakat melalui pesan singkat untuk berkunjung ke tempat tinggal Joni yang telah tua.

“Hai Jon, gimana kabarmu? Gimana kabar terminal? Aman, kan?”, Sapa teman-temannya. “Baik, ayo masuk sini”, Jawab Joni.

Setelah semua mantan preman itu mengambil tempat duduk masing-masing. Percakapan dimulai dari stressnya pekerjaan. Salah seorang mantan preman mengeluh tentang beratnya pekerjaan yang kini dipikulnya. “Tenang dulu, santai-santai aja dulu. Jangan ribut gara-gara pekerjaan dulu. Masih doyan , kan? Aku masih ada stok satu botol”.

Setelah diambilkannya sebotol anggur dan tujuh gelas kosong yang mempunyai banyak aneka ragam seni pada bagian pinggirnya, ada yang dari plastik bergambar bunga, porselin bergambar naga, bahkan ada juga gelas yang sangat unik dan mahal. Jonipun menawarkan teman-temannya untuk menuangkan sendiri anggurnya.

Obrolan hangat tentang pekerjaan masih mereka lontarkan dari mulut masing-masing. Tiba-tiba ketika satu botol anggur habis diludes semua yang ada disitu, Joni menebarkan senyum kepada teman-temannya sambil berkata, “Kalian liat engga? Kalian minum anggur dengan masing-masing gelas yang berbeda. Kenapa kalian tak tertarik dengan satu gelas biasa yang ada di pojok itu?. Meskipun normal bagi kalian untuk meminum anggur dari gelas terbaik bagi diri kalian, sebenarnya itulah yang menjadi sumber masalah bagi kalian, teman”.

“Apa maksudmu, Jon? Udah kaya orang hebat aja”, Saut salah seorang temannya. Dengan senyuman mencurigakan, Joni berkata,”Apakah gelas itu mempengaruhi kualitas anggur yang kalian minum? Dalam beberapa kasus, gelas itu hanya lebih mahal dan dalam beberapa kasus bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Bukankah yang kalian inginkan hanyalah anggurnya? Tapi, secara sadar kalian mengambil gelas terbaik yang Aku sediakan”.

Sebelum teman-temannya melontarkan pertanyaan, Joni menambahkan pernyataannya tadi yang terputus, “Coba kalian renungkan hal ini, hidup ini anggur. Sedangkan pekerjaan, uang dan posisi dalam masyarakat adalah gelasnya. Gelas yang sejatinya hanyalah alat untuk memegang dan mengisi kehidupan ini. Corak, dan jenis gelas tidak mendefisinikan ataupun menggantikan kualitas kehidupan yang kita hidupi, seringkali karena berkonsentrasi hanya pada gelas, kita gagal untuk menikmati anggur yang Tuhan sediakan untuk kita semua.”

“Tuhan memasak dan membuat anggur, bukan gelasnya. Jadi nikmatilah anggurnya, jangan gelasnya”. (Anonim)

“Sungguh berbahagialah orang yang pasrah dan diberi rizki, dan Allah mencukupinya dengan apa yang Dia berikan kepadanya.” (HR. Muslim)