Latar belakang Ali bin Abu Thalib
Ali bin Abu Thalib adalah saudara sepupu Nabi Muhammad, putra dari paman Nabi: Abu Thalib. Ali telah tinggal bersama keluarga Nabi sejak masih remaja. Pada awal-awal dakwah Islam, Ali adalah salah satu orang pertama yang memeluk setelah Nabi Muhammad menerima panggilan kenabian.
Ali kemudian menikahi putri Nabi, Fatimah, dan hidup dalam keadaan yang sangat sederhana. Beliau bekerja sebagai buruh dan membantu pekerjaan Nabi, yang keduanya dikenal luas karena kemurahan hati dan kesabaran mereka.
Pasangan Ali dan Fatimah, lalu dikarunia dua orang putra, Hasan dan Husain. Selama masa peperangan Islam, Ali dikenal sebagai pemberani dan heroik, dan acap ikut terjun langsung ke kancah peperangan dalam mempertahankan komunitas muslim. Beliau dikenal dengan julukan “Singa Tuhan”.
Terpilih sebagai khalifah
Setelah kematian Utsman bin Affan, 24 tahun terhitung sejak Nabi Muhammad wafat, dunia Islam mengalami krisis dan perpecahan. Sahabat-sahabat senior bersikeras menjadikan Ali sebagai khalifah. Kondisi negara Islam saat itu cukup memburuk, karenanya butuh pemimpin yang kuat dan disegani oleh semua kalangan umat untuk memperbaikinya.
Terjadi banyak penyelewengan dan korupsi oleh kepala-kepala wilayah, dan beberapa di antaranya menjadikan pembunuhan Utsman sebagai sebuah kesempatan untuk melanjutkan pemberontakan terhadap negara. Pada awalnya Ali bin Abu Thalib menolak, namun akhirnya beliau menerima menjadi khalifah.
Kelebihan Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah
Ali sangat dikenal karena keberaniannya saat menghadapi tantangan dan juga karena kesederhanaan hidupnya. Tugasnya sebagai khalifah sungguh berat, di saat pemerintahan diganggu oleh perpecahan dan masalah internal umat lainnya, namun beliau berusaha untuk tetap adil dan kuat dalam keadaan seperti ini.
Akhir pemerintahan Ali bin Abu Thalib
Setelah 4 tahun berusaha menyatukan kembali negara Islam yang terpecah belah, semakin banyak kalangan yang memusuhi Ali. Kemudian beliau setuju untuk berunding dengan pengkritiknya yang paling setia, Mu’awiyah. Namun tidak sedikit kalangan yang menolak keputusan Ali untuk berunding dengan Mu’awiyah. Dan akhirnya salah satu pembangkang, menikam beliau saat shalat fajar dan beliau meninggal 3 hari kemudian.
Pandangan Syiah dan Sunni
Muslim Syiah, meyakini bahwa Ali adalah satu-satunya pengganti yang hak atas kepemimpinan Nabi Muhammad, dan mesti mengambil alih kepemimpinan umat Islam langsung setelah Nabi wafat. Sehingga mereka tidak mengakui khalifah-khalifah yang memerintah sebelumnya.
Perbedaan pendapat ini pada akhirnya mengarah pada perpecahan antara muslim Syiah dan Sunni.
Pengganti Ali bin Abu Thalib
Sepeninggal Ali, komunitas muslim terpecah belah seperti sebelumnya, bahkan menjadi-jadi. Dan berakhir lah masa khulafaur rasyidin. Mu’awiyah di Jerusalem mendirikan kekhalifahan Umayah, dan mulai mempersatukan umat muslim dan meluaskan negara Islam.