Salah satu dasar keimanan umat muslim adalah meyakini hal-hal yang gaib. Dan tentang dunia gaib ini, orang-orang Islam percaya bahwa dunia gaib dihuni oleh dua mahluk berbeda, yaitu malaikat dan jin.
Setelah penciptaan Adam dan Hawa, Allah memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai tanda penghormatan. Salah satu dari golongan jin yang bernama Iblis (atau syetan) menolak perintah untuk sujud kepada Adam. Dia menyombongkan diri dan bertanya kenapa ia harus tunduk kepada Adam, satu makhluk yang diciptakan Allah dari tanah, sedangkan dia sendiri diciptakan dari api. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa iblis lah yang pertama kali bersifat rasis, membanggakan serta menganggap diri unggul dari lainnya berdasarkan bagaimana ia diciptakan.
Sebagai akibat dari kesombongannya, syetan kemudian diusir dari syurga dan dari rahmat Allah SWT. Kemudian syetan meminta kepada Allah agar diberikan masa yang panjang untuk membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Allah lalu menyetujui dengan menangguhkan waktu kepada syetan sampai tiba hari pengadilan (kiamat) kelak.
Riwayat ini termaktub dalam Al-Qur’an:
(13) Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”. (14) Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. (15) Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” (16) Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan [menghalang-halangi] mereka dari jalan Engkau yang lurus, (17) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur [ta’at]. (18) Allah berfirman: “Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya”. (QS 7:13 – 18)
Memang, ampunan dan rahmat Allah tidak lah berbatas, namun itu hanya bisa diraih dengan taubat dan penyesalan. Sedangkan syetan sendiri tidak merasakan penyesalan atas apa yang dilakukan serta terus mencoba untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus.
Semua manusia diberikan kebebasan dalam memilih, untuk mengikuti petunjuk dari Allah, atau mengikuti hawa nafsunya sendiri di bawah godaan syetan yang terkutuk.
Syetan tidak memiliki keistimewaan atau sifat-sifat ketuhanan. Seperti kita manusia, syetan adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWT. Dia tidak memiliki kualitas ketuhanan.
Seorang muslim percaya, bahwa syetan akan terus ada untuk menggoda manusia tergelincir dan mendurhakai Allah. Karenanya kita harus kuat dalam menghadapi godaan itu dan meminta perlindungan dan pertolongan Allah dari bujuk rayu syetan yang menyesatkan.
Allah mengingatkan manusia:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS 2:168)
Salah satu kalimat yang selalu diucapkan oleh seorang muslim adalah, “A’udzu billahi mina syaithan ar-rajim” yang artinya, “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk”.
Kalimat ini sering diucapkan saat seorang muslim menyaksikan satu perbuatan jahat, dengan harapan ia tidak menjadi korban atau terjerumus dalam kejahatan yang sama. Kalimat ini juga selalu diucapkan sebelum membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, meminta perlindungan Allah untuk menjaga hati agar terbuka menerima pesan-pesan-Nya, serta tidak salah dalam menafsirkan makna ayat-ayat-Nya.
Qur’an juga menyebut syetan sebagai ‘bisikan kejatahan’ seperti tertulis dalam surat terakhir Qur’an:
(1) Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan [yang memelihara dan menguasai] manusia. (2) Raja manusia. (3) Sembahan manusia. (4) dari kejahatan [bisikan] syaitan yang biasa bersembunyi, (5) yang membisikkan [kejahatan] ke dalam dada manusia. (6) dari [golongan] jin dan manusia. (QS 114:1-6)