Ummul Mukminin r.a. memiliki tetangga yang setiap hari berkunjung ke rumahnya untuk mengucapkan salam kepada beliau. Karena kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumah Aisyah, pada suatu pagi tetangga tersebut, seperti biasanya, bermaksud menjumpai Aisyah, namun beliau sedang melaksanakan dhuha. Tetangganya mendengar Aisyah r.a melantunkan ayat Quran surat Ath-thur ayat 27:

“Maka Allah memberi karunia kepada kami dan memelihara kami dari siksa neraka.” (QS. Ath-Thuur 52:27)

Mengetahui Aisyah sedang melaksanakan shalat dhuha, tetangga itupun menunggu sejenak di luar sambil mendengarkan ayat ini diulang-ulang. Ayat ini dilantunkan dengan suara tangis yang agak samar. Karena begitu lamanya Aisyah r.a shalat sehingga tetangga tersebut pun beranjak menuju pasar untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari. Kemudian tetangga tersebut pulang untuk meletakkan barang belanjaannya.

Setelah ia selesai membeli kebutuhan dan ia telah kembali kerumah meletakkan barang kebutuhan rumah tangganya, ia pergi kembali menuju rumah Aisyah. Tetangga itu pun terkejut karena melihat beliau masih tetap dalam keadaan berdiri dengan membaca ayat tersebut.

Kisah ini mengabarkan, betapa shalatnya Aisyah sangat berbeda dengan shalat kita yang bagai angin lalu. Yang masih Shalat untuk sekedar meninggalkan kewajiban. Kita belum bisa khusuk dan menghayati setiap gerakan dan tindakan dalam shalat.

Ini adalah salah satu contoh khusuknya shalat para dan orang-orang terdekat Nabi. Jika orang-orang terdekatnya Nabi saja, shalatnya seperti ini bagaimana bisa kita membayangkan khusuknya shalat beliau sendiri?

Selain tentang kekhusuan dalam shalat, hikayat di atas juga memberi teladan, yaitu untuk menjalankan shalat dhuha. Karena shalat duha termasuk shalat sunah yang dianjurkan.